Minggu, 26 September 2021

Amalan Pendidikan Karakter Seorang Murid Terhadap Guru Menurut KH. Hasyim Asy’ari

Amalan Pendidikan Karakter Seorang Murid Terhadap
Guru Menurut KH. Hasyim Asy’ari
 

Memasuki jaman modernisasi atau yang sering kita sebut jaman globalisasi memang banyak dampak yang bisa kita rasakan, baik positif maupun negatif. Terlebih dalam bidang pendidikan, kita banyak dikagetkan dengan sistem pembelajaran yang sangat berbeda dengan jaman yang sebelum-sebelumnya. Tidak hanya itu, seiring dengan berkembangnya teknologi yang semakin canggih pelajar dituntut untuk bisa lebih efektif dalam proses kegiatan belajar mengajar.

KH. Hasyim Asy’ari, tokoh besar pendiri Nahdlatul Ulama ini mempunyai peranan cukup penting dalam kemajuan pendidikan Indonesia. Sosok beliau yang sejak kecil suka membaca buku ini berhasil merubah sistem pendidikan khususnya di pesantren mulai dari pendidikan karakter yang bersifat moralistik, berpegang teguh pada prinsip hingga pelembagaan serta kurikulum. Hal ini menjadikan beliau dianggap sosok yang membuat terobosan besar serta sangat mengesankan dan tetap relevan dengan eksistensi pendidikan sekarang ini.

Selama masa hidupnya, KH. Hasyim Asy'ari banyak menciptakan goresan pena dan catatan - catatan yang meliputi banyak sekali hal, menyerupai bidang pendidikan. Salah satu goresan pena beliau mengenai pendidikan adalah Adab Al-alim Wal Muta'alim Fi Ahwali Ta'alumihi Wama Ta'limihi. Tulisan beliau ini menjelaskan wacana pengajar dan pelajar dalam hal - hal yang perlu diperhatikan oleh pelajar selama belajar.

Kitab Adab Al-Alim wal Muta’allim (etika orang berilmu dan pencari ilmu) merupakan salah satu kitab KH. Hasyim Asy’ari yang terdapat dalam Irsyadus Syari. Isi dari kitab ini dapat dikalsifikasikan menjadi 3 bagian. Bagian pertama membahas tentang ketutamaan ilmu, keutamaan belajar, dan mengajarkannya. Bagian kedua membahas tentang etika seseorang dalam tahap pencarian ilmu. Bagian ketiga membahas tentang etika seseorang ketika sudah menjadi alim atau dinyatakan lulus dari lembaga pendidikan.

Latar belakang terciptanya kitab tersebut adalah beliau mempunyai keinginan untuk mencetak generasi pelajar yang selalu mengedepankan etika kepada siapapun, baik itu kepada para asatidz dan sesama murid. Selain itu, menurut beliau pendidikan yang berlandaskan akhlakul karimah sangat diutamakan karena hal tersebut adalah salah satu usaha menahan emosional seseorang atas dasar keyakinan dan keimanan yang dipercaya akan membawa kehidupan yang pasti, sehingga dapat lebih baik lagi.

Hakikat pandangan pendidikan sendiri menurut KH. Hasyim Asy’ari dapat diklasifikasikan menjadi 2. Pertama, arti penting pendidikan adalah untuk mempertahankan predikat makluk paling mulia yang diletakkan pada manusia. Hal ini tampak pada uraian-uraiannya tentang keutamaan dan ketinggian derajat orang berilmu (Alim), bahkan dibanding dengan orang ahli ibadah sekalipun. Kedua, pendidikan terletak pada kontribusinya dalam menciptakan masyarakat yang berbudaya dan beretika. Rumusan itu terlihat pada uraian tentang tujuan mempelajari ilmu, yaitu semata-mata untuk diamalkan.

Sehubungan dengan hal tersebut, sekarang semakin terkikis salah satu aspek terpenting dalam berpendidikan atau menuntut ilmu, yaitu etika. Banyak pelajar atau murid yang tidak memperdulikannya, bahkan seringkali muncul video-video yang tersebar bebas di sosial media berisi murid yang berani melawan guru hanya karena dihukum tidak mengerjakan tugas atau yang lain sebagainya.

Etika merupakan aspek terpenting dalam menuntut ilmu, seorang siswa atau murid sepandai apapun itu tidak akan mendapat keberkahan dalam hidupnya jika tidak mempunyai etika yang baik atau sopan terhadap gururnya.

Seperti apa yang disampaikan Guru kami DR. Umar As-Sufyani Hafidzohullah mengatakan, “Jika seorang murid berakhlak buruk kepada gurunya maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula, hilangnya berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya, atau tidak dapat menyebarkan ilmunya. Itu semua contoh dari dampak buruk.”

Etika terhadap guru mempunyai sifat yang meluas, dari mulai adab duduk sampai adab mendoakan guru-guru kita yang sudah meninggal. Dengan adanya adab-adab yang ada, murid dituntut untuk bersikap baik dan tidak boleh melawan guru atau ustadznya. Jika melihat dari kacamata jaman modern sekarang sangatlah bertolak belakang dengan apa yang sudah diajarkan guru-guru kita terdahulu khususnya Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari.

Beliau sangat menganjurkan bagaimana sikap kita kepada guru pada saat menuntut ilmu, tidak hanya saat jam pelajaran. Adab yang baik seorang murid atau santri juga harus diterapkan di luar kelas atau dikehidupan sehari-hari. Misalnya, mencium tangan guru kita ketika bertemu di jalan atau setidaknya menyapa, mendoakan guru-guru kita sehabis sholat, berkunjung ke rumahnya guna menjalin erat tali silaturahim, dan lain sebagainya. Adab seperti itulah yang selalu dianjurkan KH. Hasyim Asy’ari untuk mencari keberkahan menuntut ilmu.

Pendidikan karakter untuk seorang murid sudah mulai berkurang di jaman sekarang, banyak kasus yang menganggap guru sebagai teman sebaya, sebenarnya hal ini banyak diterapkan guru-guru sekarang terhadap murid dengan tujuan agar murid merasa nyaman dalam proses belajar. Namun kenyataannya murid malah sering bertindak tidak senonoh terhadap gurunya, mungkin terlalu nyaman dengan posisi tersebut sehingga tidak memperdulikan adab atau kesopanan mereka terhadap guru yang mempunyai peranan penting dalam hidupnya.

Salah satu hal penting dalam menuntut ilmu atau menghormati guru adalah dengan cara berziarah ke makam guru jika sudah meninggal, hal ini diharapkan guru mendapat posisi yang terbaik di sisi Allah SWT dengan ilmu yang ditinggalkan kepada seorang murid-muridnya.

Seperti apa yang diajarkan KH. Hasyim Asy’ari pelajar hendaknya mengenali hak gurunya, tidak melupakan jasanya, senantiasa mendoakannya, baik saat masih hidup atau setelah meninggal dunia. Juga perlu memuliakan kerabat, rekan dan orang-orang yang dicintai gurunya. Setelah gurunya wafat, sempatkan waktu untuk berziarah dan memintakan ampunan kepada Allah untuk sang guru di depan kuburnya. Dalam segala tingkah laku, metode pengajaran, amaliyyah dan hal-hal positif lainnya, hendaknya menirukan cara-cara yang ditempuh oleh gurunya.

Pendidikan karakter seorang murid kepada merupakan hal terpenting dalam kita menuntut ilmu, entah itu di lingkungan sekolah maupun pondok pesantren. Namun sekarang pendidikan karakter sudah mulai hilang atas faktor-faktor luar yang memengaruhi kehidupan seorang siswa atau murid.



Mencetak Generasi Ulama melalui Media Sosial

Mencetak Generasi Ulama melalui Media Sosial

    Era modernisasi seperti zaman sekarang memang sudah semakin maju ditambah dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi yang semakin canggih, seperti misalnya fenomena media sosial yang hanya bermodalkan gawai dan koneksi internet dapat mengakses berbagai macam hal di seluruh penjuru dunia. Media sosial juga mempunyai berbagai dampak positif dan negatif bagi penggunanya. Semakin maju teknologi Indonesia, membuat Indonesia semakin terancam juga perilaku-perilaku tidak senonoh yang terjadi di media sosial.

    Banyak terjadi kasus pelecehan nama baik sesorang atau mengadu domba antar tokoh di media sosial, hal ini terjadi karena terlalu bebasnya masyarakat berkomentar atau membuat konten-konten yang bersifat sarkas untuk menjatuhkan pihak lain, dampak lainnya yaitu pengguna media sosial yang aktif akan lupa dengan lingkungan sekitar, lupa juga dengan kewajiban-kewajiban Allah yang harus dikerjakan, seperti misalnya sholat dinanti-nanti, membaca Al Quran tidak menentu, dan masih banyak lainnuya. Di sini yang lebih ditekankan untuk bijak menggunakan media sosial adalah para pemuda yang hidup di zaman sekarang.

    Bijak menggunakan media sosial memang menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat khususnya anak muda zaman sekarang, mereka lebih aktif di berbagai konten yang sifatnya negatif, berkomentar tentang kebencian terhadap salah satu tokoh juga menjadi fenomena yang cukup membuat jagat media sosial ramai.

    Selain tugas para pemuda-pemuda Indonesia untuk bijak menggunakan media sosial, orang tua juga mempunyai peran penting dalam mewujudkan hal tersebut. Mendidik putra-putrinya sejak dini mengenai kebebasan dalam menggunkan media sosial menjadi salah satu cara orang tua untuk mencegah perilaku yang tidak diinginkan ketika kelak sudah mulai aktif dan mengenyam dunia luar rumah yang lingkungannya belum tentu bisa diprediksi.

    Orang tua mempunyai harapan besar kepada anak-anaknya agar kelak menjadi orang yang berhasil dunia dan akhirat. Jangan sampai hanya gara-gara media sosial harapan orang tua tersebut jadi gagal dan hasilnya mengecewakan. Terlebih jika omongan orang tua sudah tidak didengar lagi, dan lebih memilih mendengarkan influencer kebanggaannya yang hanya bisa didengarkan di media sosial, dan balik menasehati orang tuanya, naudzubillahimindzalik.

    Jika orang tua sudah mulai lelah mendidik anaknya, mungkin ini bisa menjadi salah satu cara agar kelak menjadi orang yang berhasil dunia dan akhirat yaitu dengan cara memasukkan anak sejak dini ke pondok pesantren. Memang iya berubah untuk tidak bermain media sosial tidak mudah, tapi jika lingkungan kita juga tidak ada yang mendukung untuk bermain media sosial untuk kemaslahatan umat otomatis anak tersebut lama-lama akan terbiasa sendiri mengalihkan kegiatan yang hanya bermain sosial media menjadi kegiatan yang bermanfaat seperti misalnya, belajar kitab-kitab apapun, sholat ditambah dengan sunnah-sunnahnya, atau berolahraga bersema teman-teman yang mempunyai keinginan sama tidak terlalu aktif bermain media sosial. 

    Meskipun menjadi santri di era modern belum terlalu fenomenal atau viral, sebagian besar prmuda yang lulusan pondok akan lebih terlihat daripada hanya bermodalkan dua jari jempol untuk menyinyir isu-isu hangat yang terjadi di negeri kita tercinta. Selain itu, kehidupan di pondok njuga sangat mendukung santri-santri untuk melakukan hal-hal kebaikan bagi sesama manusia, belajar menghargai pendapat, bisa merasakan kebersamaan yang cukup besar satu dengan lainnya.

    Lulusan pondok pesantren juga sudah tidak usah diragukan lagi, sudah banyak kyai-kyai hebat atau Alim Ulama yang sudah mendunia berkat pondok pesantren. Ditambah lagi sangat miris melihat akhir-akhir ini juga banyak Ulama yang menghembuskan nafas terakhirnya di masa pandemi covid-19 ini. Hal ini juga menjadi salah satu tugas masyarakat untuk melahirkan kembali generasi-generasi ulama untuk masa yang akan datang. Jika bukan dari masyarakat lalu siapa lagi?

    Indonesia memang bukan negara islam, namun jika bukan karena islam Indonesia tidak bisa semerdeka sampai detik ini. Apa bedanya yang ngakunya pemuda zaman now dengan generasi muda Islam, hingga membuat ketimpangan yang sungguh nyata antara kepribadian kita dan kepribadian mereka para pejuang Islam. Bukankah kita juga telah dipuji pemilik kehidupan sebagai umat terbaik. Sebagaimana Allah SWT berfiman:”Kalian semua adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah” (QS Ali Imran 110).

    Selain dengan nyantri (istilah orang yang masuk pondok pesantren) para pemuda Indonesia juga bisa menciptakan generasi guru atau ulama dengan cara belajar pelajaran umum di sekolah namun tidak melupakan kewajibannya sebagai orang islam. Namun sayangnya sampai saat ini pembelajaran di sekolah-sekolah masih dilaksanakan secara online atau daring akibat dampak dari pandemi covid-19 ini.

    Menurut saya dengan dilakukannya pembelajaran umum secara daring dengan jangka waktu yang cukup lama sangat tidak efesien, karena murid-murid tidak merasakan bagaimana guru mentransfer ilmu secara langung lewat keberagaman cara penyampaian guru kepada murid-muridnya.

    Sudah berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai sistem pembelajaran, tapi menurut saya masih kurang efektif. Maka jika saya menjadi seorang Menteri Kemendikbud saya akan segera mengembalikan keadaan sekolah seperti biasanya di masa pandemi ini, namun yang membedakan adalah suatu protokol yang selalu ditekankan atau diketatkan agar tetap mencegah rantai penularan covid-19.

    Kita boleh waspada, namun takut jangan. Karena jika kita terus-terusan takut dan berdiam diri tanpa melakukan sesuatu yang sifatnya membangun maka kita akan semakin terpuruk dan mau sampai kapan sekolah dilakukan dengan cara daring?

 


Majalah VS Surat Kabar

 Majalah vs Surat Kabar

Media massa memang menjadi salah satu unsur penting dalam dunia jurnalistik. Tanpa adanya media massa berita tidak akan menyebar luas hingga sampai ke khalayak. Menurut Mondry (2008:12), media massa dapat diartikan sebagai segala bentuk media atau sarana komunikasi untuk menyalurkan dan mempublikasikan berita kepada publik atau masyarakat. Media massa merupakan media informasi yang terkait dengan masyarakat atau digunakan berhubungan dengan khalayak (masyarakat) secara umum, dikelola secara professional dan bertujuan mencari keuntungan. Dengan demikian, tidak semua media informasi atau komunikasi dapat disebut media massa.

Mondry juga menjelaskan isi media massa yaitu informasi yang ditulis berdasarakan fakta atau kejadian yang tidak ditambah dengan pendapat penulis maka dapat digolongkan sebagai berita, sedangkan opini merupakan informasi yang dituliskan melibatkan pendapat penulis. Dilihat isi dari media massa, maka dapat dicermati isi media cetak seperti surat kabar, tabloid, dan majalah lebih banyak mengandung berita dibandingkan opini. Sedangkan media elektronik, seperti radio dan televisi lebih banyak mengandung opini yang bersifat menghibur, kecuali media elektronik yang memang menetapkan diri sebagai media berita.

Selain itu media massa juga dibedakan menjadi 3 jenis, media cetak, online dan elektronik. Seiring berkembangnya zaman, jenis media yang memiliki sifat online lebih digemari masyarakat akan tetapi tidak meninggalkan kedua jenis lainnya yaitu elektronik dan cetak.

Media massa cetak berkembang pesat setelah Johannes Gutenberg menemukan mesin cetak, hingga kini sudah beragam bentuknya, seperti surat kabar (koran), tabloid, dan majalah. Media massa cetak adalah alat komunikasi untuk masyarakat yang dibuat dengan percetakan atau mencetaknya lebih dulu (Djuroto, 2002:10). Menurut Djuroto (2000:11), terdapat lima bentuk media massa cetak, yaitu:

·         Surat kabar adalah kumpulan berita, artikel, cerita, iklan, dan sebagainya yang dicetak dalam lembaran kertas ukuran plano, terbit secara teratur, bisa setiap hari atau seminggu satu kali.

·         Majalah adalah kumpulan berita, artikel, cerita, iklan, dan sebagainya yang dicetak dalam lembaran kertas ukuran kuarto atau folio, dijilid dalam bentuk buku. Majalah biasanya terbit teratur, seminggu sekali, dua minggu sekali atau satu bulan sekali.

Keduanya masih dapat di dapatkan dengan cara membeli ke toko atau berlangganan yang menyediakan tersebut. Kedua bentuk tersebut juga memiliki kelemahan dan kelebihan serta persamaan dan perbedaan masing-masing. Jadi tidak perlu ragu untuk membeli salah satunya karena semuanya berisi tentang informasi dan hiburan.

Perbedaan tersebut juga dikategorikan menjadi beberapa macam, jika dilihat dari publisitas surat kabar lebih mempunyai sifat umum atau luas, sedangkan majalah ditujukan kepada pembaca tertentu saja. Mengenai isi surat kabar juga memiliki informasi yang begitu luas segala bentuk persoalan  ada di dalamnya, majalah lebih terbatas dan lebih spesifik sesuai publik (pembaca). Untuk masalah waktu surat kabar umumnya terbit harian, meskpun ada juga yang terbit mingguan. Tetapi kalau majalah umumnya memiliki periode terbit mingguan atau bahkan bulanan karena butuh waktu untuk membuat majalah terlihat menarik. Majalah memiliki ukuran kertas lebih kecil dari ukuran kertas surat kabar, akan tetapi memiliki jumlah halaman lebih banyak. Majalah juga dikemas seringkas mungkin serta di jilid, tetapi tidak dengan surat kabar. Surat kabar tidak dijilid, hanya berupa lipatan. Isi suratkabar mayoritas berbentuk hardnews/straightnews, dengan variasi satu dua indepthnews dan tulisan feature (plus artikel kolom, atau opini lainnya). Sementara isi majalah mayoritas berbentuk feature dan indepth reporting, yang dimodifikasi dalam bentuk rubrik.

Persamaan dari majalah dan surat kabar adalah sama-sama menyampaikan informasi dengan berbagai macam bentuk dan cara. Persamaan lainnya adalah sama-sama dicetak, dan memiliki ukuran kertas masing-masing. Untuk segi isi, keduanya sama-sama membahas kejadian yang terbaru akan tetapi majalah lebih membahas tentang kejadian yang unik atau menarik yang tidak ada di surat kabar. Semuanya mengandung aktualitas fakta dan opini berdasarkan rubrik atau kolom masing-masing.

Jadi kedua bentuk media cetak ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, setiap orang juga akan bersifat selektif untuk mendapatkan informasi terbaru, intinya adalah media harus memiliki tugas dan kewajiban yang sama, yaitu selalu menjadi kabar atau informasi kepada masayarakat.

CINTA (?)

Insan kaula muda memang seperti haram hukumnya jika tidak bicara soal cinta. Bukan lagi hal yang tabu, cinta sudah seperti kebutuhan yang ha...